Contoh Cerpen Beserta Strukturnya – Cerpen atau cerita pendek adalah cerita yang menurut wujud fisiknya berwujud pendek. Selain itu, cerpen terhitung cuma memuat satu alur cerita. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita sebenarnya relatif. Namun, umumnya Contoh Cerpen merupakan cerita yang habis dibaca kurang lebih 10 sampai 30 menit. Jumlah katanya kurang lebih 500–10.000 kata. Maka berasal dari itu, cerpen kerap terhitung disebut sebagai “cerita yang bisa dibaca dalam sekali duduk”.
Biasanya, Contoh Cerpen mengangkat persoalan kehidupan manusia secara khusus. Tema Contoh Cerpen berasal berasal dari persoalan keseharian sampai ke renungan yang dipotret berasal dari kehidupan nyata. Namun, tokoh dan latar bisa direkayasa demi keperluan keindahan cerita sekaligus membedakannya berasal dari teks pengalaman nyata.
Contoh Cerpen terhitung ditandai dengan kuantitas karakter yang relatif kecil. Nah, unsur yang ada pada Contoh Cerpen adalah tema, tokoh dan penokohan, latar, alur dan plot, sudut pandang, amanat, dan style bahasa. Contoh Cerpen terhitung memiliki memiliki susunan dalam penulisannya.
Dalam artikel ini, kita dapat fokus membicarakan tentang susunan yang dimiliki oleh cerpen. Apa aja sih susunan Contoh Cerpen? Perhatikan di bawah ini ya.
Struktur Cerpen
Struktur cerpen terdiri berasal dari orientasi, alur peristiwa, komplikasi, dan resolusi. Nah, untuk penjelasan lebih lengkapnya, ada di bawah ini!
1. Orientasi
Di anggota ini, kamu dapat mendapatkan pengenalan para tokoh, menata adegan, dan interaksi antartokoh.
2. Rangkaian Peristiwa
Kisah dapat berlanjut melalui serangkaian peristiwa satu ke peristiwa lainnya yang tidak terduga.
3. Komplikasi
Kemudian, cerita dapat bergerak menuju konflik atau puncak masalah, pertentangan, atau kesulitan-kesulitan bagi para tokohnya yang memengaruhi latar selagi dan karakter
4. Resolusi
Bagian ini dapat menceritakan solusi untuk persoalan atau tantangan yang dicapai udah berhasil. Pada anggota ini, kamu terhitung dapat sadar bagaimana langkah pengarang mengakhiri cerita.
Contoh Cerpen
1. Contoh Cerpen berjudul Ketika Laut Marah
Ketika Laut Marah
Oleh: Widya Suwarna
Orientasi:
Sudah empat hari nelayan-nelayan tak bisa turun ke laut. Pada malam hari, hujan lebat turun. Gemuruh gelombang, tiupan angin kencang di kegelapan malam seolah-olah memberi tanda bahwa alam sedang murka, laut sedang marah. Bahkan, bintang-bintang pun seolah tak berani menampakkan diri.
Nelayan-nelayan miskin yang menggantungkan rezekinya pada laut tiap tiap hari bersusah hati. Ibu-ibu nelayan terpaksa merelakan menjual emas simpanannya yang cuma satu dua gram untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Mereka yang tak memiliki benda berharga terpaksa meminjam pada lintah darat.
Rangkaian Peristiwa:
Namun, selama hari-hari sukar itu, ada pesta di tempat tinggal Pak Yus. Tak ada yang menikah, tak ada yang kembali tahun, dan Pak Yus terhitung bukan orang kaya. Pak Yus semata-mata nelayan biasa, seperti para tetangganya.
Pada hari-hari sukar itu, Pak Yus menyuruh istrinya memasak nasi dan lebih dari satu macam lauk-pauk banyak-banyak. Lalu, ia menimbulkan anak-anak tetangga yang berkekurangan untuk makan di rumahnya. Dengan demikian rengek tangis anak yang lapar tak terdengar lagi, diganti dengan perut kenyang dan muka berseri-seri.
Komplikasi:
Kini tibalah hari kelima. Pagi-pagi Ibu Yus memberi laporan, “Pak, duit kita tinggal 20.000. Kalau hari ini kita menyediakan makanan kembali untuk anak-anak tetangga, besok kita udah tak memiliki uang. Belum pasti nanti sore Bapak bisa melaut!”
Pak Yus terdiam sejenak. Sosok tubuhnya yang hitam kukuh melangkah ke luar rumah, melihat ke arah pantai dan melihat ke langit. Nun jauh di sana segumpal awan hitam menjanjikan cuaca tidak baik nanti petang.
Kemudian, ia masuk ke tempat tinggal dan bicara mantap, “Ibu pergi saja ke pasar dan berbelanja. Seperti kemarin, ajak anak-anak tetangga makan. Urusan besok jangan dirisaukan.”
Ibu Yus pergi ke dapur dan mengambil alih keranjang pasar. Seperti biasa, ia patuh pada perintah suaminya. Selama ini Pak Yus bisa mengatasi kesulitan apa pun. Sementara itu Pak Yus masuk ke kamar dan berdoa. la mohon sehingga Tuhan memberi tambahan cuaca yang baik nanti petang dan malam. Dengan demikian para nelayan bisa pergi ke laut menangkap ikan dan besok ada lumayan makanan untuk seisi desa.
Siang harinya, anak-anak makan di tempat tinggal Pak Yus. Mereka bergembira. Setelah selesai, mereka menyalami Pak dan Bu Yus lalu mengucapkan terima kasih.
“Pak Yus, apakah besok kita boleh makan di sini lagi?” seorang gadis kecil yang menggendong adiknya bertanya. Matanya yang besar hitam melihat penuh harap.
Ibu Yus tersenyum sedih. la tak sadar kudu menjawab apa. Tapi dengan mantap, dengan suaranya yang besar dan berat Pak Yus berkata, “Tidak Titi, besok kamu makan di rumahmu dan semua anak ini dapat makan enak di rumahnya masing-masing.”
Titi dan adiknya tersenyum. Mereka yakin pada perkataan Pak Yus. Pak Yus nelayan berpengalaman. Mungkin ia sadar bahwa nanti malam cuaca dapat cerah dan para nelayan dapat panen ikan.
Resolusi:
Kira-kira jam empat petang Pak Yus ke luar tempat tinggal dan melihat ke pantai. Laut tenang, angin bertiup sepoi-sepoi dan daun pohon kelapa gemerisik ringan. Segumpal awan hitam yang menjanjikan cuaca tidak baik sirna entah ke mana. la pergi tanpa pamit.
Malam itu, Pak Yus dan para tetangganya pergi melaut. Perahu meluncur tenang. Para nelayan berhasil menangkap banyak ikan. Ketika fajar merekah perahu-perahu mereka menuju pantai dan disambut oleh para anggota keluarga dengan gembira.
Pak Yus teringat pada anak-anak tetangga. Tuhan udah menjawab doanya. Semua nelayan itu mendapat rezeki. Hari itu tak ada pesta di tempat tinggal Pak Yus. Semua anak makan di tempat tinggal ibunya masing-masing. Sekali kembali di atas perahunya, Pak Yus memanjatkan doa syukur.
2. Contoh Cerpen berjudul Wanita Berwajah Penyok
Wanita Berwajah Penyok
Oleh: Ratih Kumala
Orientasi:
Seperti apakah rasanya hidup jadi orang yang tak dimaui? Tanyakan pertanyaan ini padanya. Jika dia bisa berkata-kata, maka yakinlah dia dapat melancarkan jawabnya. Konon dia lahir tanpa diminta. Korban gagal gugur persentase berasal dari seorang perempuan. Hasil sebuah interaksi gelap yang dilaknat warga dan Tuhan.
Perempuan yang selagi ini disebut “ibunya” bukanlah ibu yang sebenarnya. Dia cuma inang yang berkasihan lalu bergantian menyusui lapar mulut dua orang bayi; bayi berwajah penyok yang dibuang orang di tepi kampung.
Rangkaian Peristiwa:
Suatu hari yang biasa; siang terang dan wanita berwajah penyok sedang keliling kampung sendiri selagi anak-anak kecil sepulang sekolah itu menjadi mengekori dan menyongsong punggungnya di belakang.
Maka, wanita berwajah penyok mengambil alih sebongkah batu. Tangannya yang dekil melemparkan batu itu ke arah anak-anak. Seorang anak bengal berkepala peyang terkena timpukannya. Membuat jidatnya terluka. Darah segar mengucur berasal dari situ, mengubah seragam putihnya jadi merah. Dia pulang ke tempat tinggal mengadu kepada ibunya, selagi anak-anak lain jadi kuatir dan bubar satu-satu.
Dengan terpaksa, keluarga wanita berwajah penyok akhirnya menentukan untuk memasung dirinya pada sebuah ruangan kecil yang tak bisa disebut manusiawi dekat tanah pekuburan. Sejak itu wanita berwajah penyok tinggal di dalamnya. Bulan bergeser tahun, tanpa sadar itu malam atau siang.
Seperti apakah rasanya hidup dalam sepi? Tanyakan pertanyaan ini kepadanya. Maka, yakinlah kecuali dia bisa berkata-kata, dia dapat melancarkan jawabannya. Tak ada yang benar benar sadar apa yang dia Mengerjakan di dalam sana meskipun kadang terdengar suaranya berteriak untuk berontak. Ini cuma menaikkan ngeri tanah pekuburan.
Orang-orang mengira itu nada kuntilanak jejadian penghuni kuburan. Tak dulu ada orang yang terlalu mendekat. Wanita berwajah penyok udah lupa bahasa tanpa ia dulu terlalu menguasainya.
Andaikata suatu selagi dia bisa terbebas berasal dari pasungnya, orang dapat menanyakan bagaimana ia bisa bertahan hidup? Sebab ia udah jadi sendiri.
Pada malam yang umumnya kelam nan pekat, kini wanita berwajah penyok bisa mendapat segaris cahaya berasal dari celah lubang tadi. Kepalanya didongakkan ke atas, dia bisa melihat rembulan. Bertahun dia tidak melihat rembulan sampai ia lupa bahwa yang dilihatnya adalah rembulan.
Untuk pertama kalinya dalam periode tahunan pasungnya, ia menjadi bahwa dirinya memiliki teman. Dia menjadi berkenalan. Dengan bahasa yang cuma ia mengerti, ia bercakap-cakap dengan bulan. Dia senantiasa tunggu kawan barunya untuk mampir dan bercakap-cakap dengannya tiap tiap malam.
Namun, makin lama hari wujud muka rembulan makin lama sempit dan cekung. Mengecil dan terus mengecil sampai cuma jadi sabit. Air muka rembulan terhitung makin lama pasi.
Semakin hari sabit rembulan jadi kembali membulat meskipun wajahnya masih pasi. Saat bulan bulat penuh, wanita berwajah penyok girang sekali karena ini bermakna dirinya berhasil menghibur kawan baiknya. Tapi suatu hari rembulan kembali menyabit dan seperti yang sudah-sudah, wanita berwajah penyok tak dulu suntuk menghiburnya dengan bahasanya sendiri sampai rembulan bulat penuh. Terus seperti itu.
Komplikasi:
Hingga suatu malam, sehari sesudah bulan terlalu sabit, rembulan tidak mampir mengunjunginya. Ia sedih sekali dan mengira rembulan tak sudi menemuinya. Malam itu hujan turun deras. Wanita berwajah penyok berpikir bahwa rembulan sedang menangis. Maka dia ikut menangis pula, kesedihan mendalam sahabatnya, dan sekali lagi, dengan bahasa yang cuma bisa dia mengerti, dirinya mengupayakan membujuk bulan dan menghiburnya.
Dia tak dulu bosan. Tetapi, langit senantiasa hujan, rembulan terus menangis. Tetesan air masuk berasal dari celah atap area pasung yang jadi bocor. Menimpa kepala wanita berwajah penyok dan menyebabkan dirinya kebasahan.
Lelah, wanita berwajah penyok tertidur. Ia menggigil hebat tanpa ada orang yang sadar keadaannya. Paginya ia terbangun oleh segaris cahaya yang masuk berasal dari celah atap. Sinar kecil itu jatuh ke kubangan air yang menggenang. Dirasakannya tubuhnya demam. Tetapi, begitu dia terbangun yang diingatnya semata-mata rembulan.
Resolusi:
Siang udah menjelang, ini bermakna rembulan udah pulang ke rumahnya sesudah semalam bersembunyi di balik awan sambil menangis. Ia menyesal tak bisa melihat muka rembulan malam tadi.
Didekatinya genangan air tadi. Genangan yang tak jernih. Ia berwarna coklat karena bercampur debu. Sebuah bayangan ada di sana. la tersenyum dan mendapatkan muka rembulan di sana. Lalu dia tertidur tanpa menjadi kudu bangun kembali karena dengan kawan dekat di dekatnya.
3. Contoh Cerpen berjudul Obat Bosan berasal dari Nenek
Obat Bosan berasal dari Nenek
Oleh: Widya Suwarna
Orientasi:
Ayah dan Ibu belum pulang berasal dari kantor. Mbak Asti dan Mas Pur pergi kuliah. Kawan bermain Lili, Oni sedang sakit kuning. Vita, tetangga sebelah sedang pergi ke tempat tinggal saudaranya. Nah, tinggal Lili dan Mbok Nah yang ada di rumah. Mbok Nah sibuk menyetrika.
Lili menjadi kesal dan bosan. PR udah selesai. Dia tak sadar kembali apa yang kudu dilakukannya. Biasanya dia bisa bermain dengan Vita atau Oni.
Rangkaian Peristiwa:
“Sudah, tidur saja Li!” usul Mbok Nah.
“Ah, orang tidak mengantuk disuruh tidur!” Lili menggerutu. “Atau main ke tempat tinggal Dede? Biar Mbok antarkan!” Mbok Nah menawarkan.
“Malas ah, rumahnya jauh. Biasanya jam empat begini dia belum bangun. Dia ‘kan kudu tidur siang tiap tiap hari!” Lili menolak. Tiba-tiba Lili mendapat gagasan. Dia pergi ke kamar Ibu dan menelepon Nenek.
Sesudah bercakap-cakap sejenak, Lili menjadi mengeluh, “Nek, kecuali tiap hari begini Lili bisa mati. Bosannya 1/2 mati. Vita pergi, Oni sakit. Di tempat tinggal tak ada siapa-siapa!” “Wah, wah, jangan sebut-sebut mati. Bosan itu ‘kan penyakit yang paling gampang diobati. Sudah setua ini Nenek tak dulu menjadi bosan!”
“Tentu saja. Cucu-cucu yang tinggal serupa Nenek segudang. Di sana ‘kan senantiasa ramai. Di sini sepi!”
“Selalu sepi tidak enak, senantiasa ramai terhitung tidak enak. Nah, begini saja. Kamu sabar sebentar. Nenek dapat langsung mampir membawakan obat untuk penyakit bosanmu!”
“Baiklah, cepat datang, ya Nek!” kata Lili dengan gembira dan letakkan gagang telepon. Dalam hati Lili bertanya-tanya seperti apa kiranya obat suntuk itu.
Kalau berwujud pil, wah, lebih baik tidak usah saja. Kalau berwujud permainan, nah ini lebih asyik. Tetapi, mainan pun lama-lama bias membosankan.
Sambil tunggu Nenek datang, Lili mendekati Mbok Nah lagi. “Mbok, Mbok, Nenek sudi mampir membawakan obat bosan. Tahu tidak Mbok, obat suntuk itu seperti apa sih?” Mbok Nah tertawa, lalu menggeleng-gelengkan kepala.
“Lili, Lili, mana ada sih obat bosan? Ada terhitung obat batuk, obat sakit perut, obat flu. Kalau Mbok Nah bosan, obatnya sih gampang saja. Stel saja kaset dangdut. Hilang udah rasa bosannya!” kata Mbok Nah.
Sekarang Lili yang tertawa. “Kalau aku sih tambah suntuk mendengar kaset lagu dangdut. Kaset lagu anak-anak saja, paling seminggu enak didengar. Sesudah itu suntuk aku mendengarnya!” kata Lili.
Komplikasi:
“Ya, sudah. Kesukaan orang ‘kan Iain-Iain. Kita melihat saja nanti, Nenek bawa obat suntuk yang bagaimana!” kata Mbok Nah. Empat puluh menit kemudian Nenek datang. Lili menyambutnya dengan gembira. Nenek mengeluarkan lebih dari satu buah buku berasal dari tasnya.
“Yaaa, obat bosannya bukuuuu. Lili kan malas baca buku!” seru Lili dengan kecewa.
“Hei, kamu belum sadar nikmatnya membaca buku rupanya. Kalau udah senang membaca, kamu tidak dapat dulu menjadi suntuk lagi. Nah, sekarang cobalah kamu baca buku yang ini!” kata Nenek sambil memberi tambahan sebuah buku cerita bergambar.
“Kalau tebal, malas ah bacanya!” kata Lili dengan segan. “Tidak, ini cuma 24 halaman. Tiap halaman ada gambarnya dan teksnya sedikit. Ceritanya tentang beruang kecil. Bagus, Iho! Anak-anak di berbagai negara udah membaca buku ini!” Nenek memberi semangat.
Resolusi:
Lili menjadi membaca. Eh, ternyata menarik juga. Nenek tersenyum dan berkata, “Kamu udah kelas empat. Sayang sekali kamu belum mengenal banyak cerita yang bagus. Sebetulnya buku bukan cuma buku cerita, tapi ada terhitung buku tentang berbagai pengetahuan. Misalnya kamu sudi sadar asal minyak tanah, atau langkah kerja tukang pos, atau tentang menanam bunga atau apa saja, semua ada bukunya!”
“lya, Nek? Kalau buku langkah menyebabkan mainan berasal dari kertas, ada tidak Nek? Itu Iho, seperti menyebabkan perahu, burung. Lili sudi baca buku itu kecuali ada!” kata Lili.
“Tentu saja ada. Nanti, kita bisa cari di toko buku. Nenek dapat menyatakan berbagai macam buku. Sekarang, kamu bisa membaca buku-buku yang tipis ini dulu. Nanti, makin lama lama kamu dapat jadi biasa dan senang membaca buku cerita yang lebih tebal. Kalau kamu senang membaca, kamu tak dapat menjadi bosan. Bermain dengan kawan sebenarnya suatu hal yang baik, tapi rutinitas membaca terhitung kudu dipupuk. Nanti kecuali kamu jadi mahasiswi, kamu udah jadi biasa membaca buku pelajaran yang tebal-tebal!” kata Nenek.
“Buku ceritanya berasal dari mana, Nek?” tanya Lili.
“Nanti Nenek belikan beberapa. Lalu tiap tiap bulan Ibu bisa membelikan satu atau dua buah buku. Kemudian kamu bisa rubah pinjam dengan kawan-kawanmu yang memiliki buku cerita. Selain itu kamu terhitung bisa pinjam berasal dari perpustakaan sekolah. Di sekolahmu ada perpustakaan tidak?” tanya Nenek.
“Ada. Tapi Lili belum dulu pinjam!” Lili mengaku terus terang.
“Lili! Lili! Seharusnya, perpustakaan sekolah dimanfaatkan. Tetapi, baiklah! Sekarang Nenek dapat membimbingmu. Nenek dapat pinjamkan buku-buku yang menarik, sehingga kamu rajin membaca. Sesudah itu berangsur-angsur kamu menjadi membaca buku yang banyak teksnya!” kafa Nenek.
Selama satu bulan Nenek dapat kerap mampir mempunyai buku cerita untuk Lili. Sampai akhirnya, jika Lili udah gemar membaca, Nenek tak kudu kembali membawakan buku-buku cerita.
Lili udah bisa melacak sendiri buku cerita atau ilmu yang dibacanya. Yang penting juga, Lili udah mendapat obat suntuk yang ampuh berasal dari Nenek, sampai seumur hidup dia dapat bebas berasal dari penyakit bosan.
4. Contoh Cerpen berjudul Suatu Sisi Dalam Hidupmu
Suatu Sisi Dalam Hidupmu
Oleh: Andriani
Orientasi:
Siang ini begitu teriknya, matahari bercahaya tak ada kompromi, menyengat dan membakar bumi, begitu panasnya. Aku terjadi terseok-seok mempunyai satu bakul nasi, yang kudu masih panas, dua termos air panas dan dua lembar kain lap bersih. Ah, emak, kecuali bukan karena perintah emak, aku tak dapat sudi mempunyai barang berat ini. Tapi emak, emak yang memerintah! Aku tak sudi dibilang anak durhaka. Jadi, yah, siang yang panas ini aku kudu mengantar pesanan emak.
Emak adalah tulang punggung keluarga, kecuali tidak ada emak barangkali aku tidak bisa merasakan nikmatnya sekolah, belajar, berteman, dan semua yang menyenangkan. Sedangkan bapak, bapak tidak bisa diandalkan. Setiap hari senantiasa saja berjudi. Kalau tidak berjudi, ya, tidur molor di rumah. Dia terlalu menyebalkan, tapi meskipun menyebalkan dan aku membencinya, dia adalah bapakku. Kasihan emak yang senantiasa menderita, kadang aku berpikir, cobalah kecuali emak jadi bapak dan bapak jadi emak, barangkali keadaannya dapat lebih lumayan.
Rangkaian Peristiwa:
“Aduh…”, tiba-tiba aku menabrak seseorang.
Krompyang…krompyang…krompyang, semua bawaanku jatuh berantakan, tapi menguntungkan saja bakul nasi udah kubungkus dan kuikat rapat-rapat, kecuali tidak, wah gawat, emak bisa nyanyi nih. Eh, iya, siapa yang kutabrak tadi, ya? Aku mengangkat kepala dan, ya ampun!!! Kerennya, aduh mak, mengfungsikan dasi, rapi, necis, waduh-duh! Mesti orang gedongan nih.
“Maaf…”, tiba-tiba dia bersuara.
Aduh emak, copot jantungku. Waduh, gimana ya, parah bin parah nih. Wah, suasana darurat…, cepat-cepat aku membereskan bawaanku dan cepat-cepat ku ayunkan kakiku, baru lebih dari satu langkah…
“Eh, nona, permisi, maaf, aku tadi tidak sengaja”, katanya lagi.
“Sudahlah, aku yang salah. Maaf ya, permisi”, kataku kemudian dan akupun terjadi terburu-buru meninggalkannya.
Dari kejauhan dia masih memanggilku, “Nona, nona tunggu!”, tapi aku tak menggubrisnya. Aku malu! Bagaimana tidak? Dandananku amburadul, dan dia necis. Oh, dia, dia memanggilku nona, hi..hi..hi, lucu terhitung ya. Seumur-umur baru kali ini aku dipanggil nona. Ah, sudahlah, kecuali melamun terus bisa-bisa nanti menabrak lagi.
Komplikasi:
Ah, capeknya, berasal dari tadi siang aku kudu mendukung emak melayani pembeli. Lumayan banyak sih, sopir-sopir bus, sopir truk, penumpang-penumpang bus. Walaupun tiap tiap hari bisa menguntungkan banyak, tapi kecuali aku sih, lebih baik tidak bisa duit daripada capek, tapi gimana kembali ya?!
Setiap hari kehidupanku senantiasa begini, pagi sekolah, siang sampai malam mendukung emak. Malam hari, sesudah mendukung emak, aku belajar. Untungnya, aku tidak mempunyai adik maupun kakak, jadi kasih sayang emak senantiasa terlimpah padaku.
Setiap aku mampir ke warung emak untuk membantu, emak sembari melayani pembeli, senantiasa menanyakan bagaimana keadaanku, tentang sekolahku dan tentang teman-temanku. Dan akupun senantiasa menjawabnya dengan antusias dan bersemangat, meskipun aku sadar kecuali emak kadang memperhatikan kadang pula tidak mendengarkan, tapi aku peduli, karena dengan bercerita pada emak, aku bisa menumpahkan semua isi hatiku.
Aku menjadi puas, meskipun aku terlahir berasal dari keluarga yang tak mampu, aku tak menyesal. Aku mempunyai emak yang senantiasa menyayangiku dan senantiasa mencukupi kebutuhanku meskipun masih kurang. Ah, itu tidak apa-apa. Tapi aku tak sudi menceritakan bapak, karena aku sebenarnya tak tau apa yang kudu diceritakan, lain halnya kecuali aku menceritakan emakku.
Kalau sedang tidak ada pembeli, kadang aku duduk melamun melihat orang-orang yang beraneka macam wujud jenisnya berlalu lalang. Dari orang yang berdasi dan bersaku tidak tipis sampai anak kecil yang tak berbaju. Sebenarnya Tuhan itu Maha Adil, diciptakannya beraneka macam manusia, ada yang kaya, ada yang miskin, yang kaya kudu mendukung yang miskin, dan yang miskin kudu menghormati yang kaya. Ah, terlalu komplit.
Pada suatu sisi, ada orang yang makan dengan lahap segala makanan yang terhidang di hadapannya, di sampingnya duduk seekor anjing kecil, manis, tapi menurutku menjijikkan terhitung karena lidahnya yang senantiasa terjulur nampak dan meneteskan air liur. Si wanita yang mempunyai anjing itu makan dengan lahapnya tanpa memperdulikan sekelilingnya dan sesudah selesai, ia memberi tambahan makanan yang belum disentuhnya pada anjing tersebut.
Di segi yang lain, ada seorang gelandangan yang mengais makanan di tong-tong sampah, kecuali melacak sisa-sisa makanan. Bila mendapatkan sisa makanan, tanpa memperdulikan apakah makanan itu layak atau tidak untuk dimakan, disantapnya dengan lahap. Begitu berbedanya suatu suasana semacam ini.
Kadang, aku berpikir kecuali aku mempunyai kuasa seperti Tuhan, aku dapat mengubah semua suasana ini. Ah, kubayangkan bagaimana kecuali yang kaya beralih jadi miskin dan si miskin beralih jadi kaya, tak bisa kubayangkan jadinya.
Resolusi:
Adzan Ashar menggema, bersamaan dengan terdengarnya nada deru mobil di luar, lamunanku jadi buyar. Ah, kenangan jaman lalu dan akupun bangkit serta melihat berasal dari balik gorden jendela. Di luar sana, suamiku dengan anak laki-lakiku yang baru pulang berasal dari les baru turun berasal dari mobil. Suamiku, orang yang kutabrak dulu.
Aku tersenyum terkenang jaman lalu, betapa indahnya. Aku pun terjadi menyongsong mereka.
Emak…, suatu kata yang penuh arti untukku.
5. Contoh Cerpen berjudul Gara-Gara Nenek Lupa
Gara-Gara Nenek Lupa
Oleh: Sarah Nafisah
Orientasi:
Setiap akhir tahun, sekolah Rino libur. Di selagi itu, Rino, Ayah, dan Ibu dapat naik ke mobil dan mampir ke tempat tinggal Nenek Ida di desa. Nenek Ida mempunyai ladang. Rino senang sekali berlibur ke desa Nek Ida.
Setiap pertengahan tahun, sekolah Rino terhitung libur. Namun di selagi itu, giliran Nek Ida yang mampir ke tempat tinggal Rino. Begitulah langkah keluarga Rino menyesuaikan liburan. Agar tidak bosan, kadang mereka liburan di kota, kadang di desa pertanian.
Rangkaian Peristiwa:
Akan tetapi, di tahun ini, Nenek Ida menyebabkan kesalahan.
“Aku yakin, selagi ini, giliranku untuk liburan ke kota,” gumam Nek Ida yang menjadi pelupa. Pelan-pelan, ia lalu mengemasi baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam koper.
Pada selagi yang sama, ibu Rino terhitung sedang mengemasi tas. Ibu tampak tidak bersemangat. Sambil menutup tasnya, ibu Rino berkata,
“Ibu sebenarnya ingin sekali bisa liburan ke pantai. Sekaliii saja sehingga tidak serupa dengan tahun-tahun sebelumnya.”
Rino dan adiknya langsung berseru setuju.
“Aku terhitung ingin ke pantai, Bu! Jangan ke tempat tinggal Nek Ida terus atau cuma berkeliling kota ini. Bosan. Kalau liburan ke laut, kita kan bisa berenang dan menggali pasir. Yah, Ayah, tahun ini kita liburan ke pantai, saja ya?” seru Rino bersemangat.
“Tentu saja tidak bisa, sayang,” kata bapak Rino. “Akhir tahun ini, kita dapat mendatangi Nenek seperti biasa. Jangan sampai Nenek kecewa dan bertanya-tanya kecuali kita tidak datang. Tahun depan saja kecuali sudi ke pantai. Supaya Nenek terhitung udah diberitahu jauh-jauh hari.”
Rino jadi lesu. Namun, kata-kata ayahnya ada benarnya. Nek Ida pasti sedih kecuali mereka tidak mampir ke pertaniannya. Rino tak ingin menyebabkan neneknya yang baik hati itu jadi sedih.
Komplikasi:
Keesokan harinya, cuaca terlalu cerah. Rino, Ayah dan Ibu naik ke mobil. Tak lama kemudian, mereka udah ada dalam perjalanan menuju peternakan Nek Ida.
Di selama jalan yang agak macet dan panas, Rino masih menghendaki andai mereka bisa berlibur ke pantai. Karena bapak Rino menjadi kehausan, ia menepikan mobil di dekat kafe tepi jalan.
Mereka bertiga turun berasal dari mobil. Tiba-tiba, muka ibu Rino tampak kaget, gembira dan dengan bersemangat menunjuk ke parkiran.
“Lihat! Mobil itu serupa mobil Nenek!”
Rino dan bapak menengok. Mereka bertiga lalu melangkah pelan mendekati mobil itu. Astaga, itu sebenarnya mobil Nek Ida. Nenek bersandar di pintu mobil dan sedang menyeruput jus jeruk.
Seketika itu juga, Rino berlari dan memeluk neneknya. Ayah dan Ibu terhitung memeluk Nenek dan menanyakan heran.
“Ibu sudi ke mana?” tanya Ayah.
“Tentu saja sudi ke tempat tinggal kalian!” kata Nek Ida heran. Namun ia lalu sadar kesalahannya. “Astaga, harusnya, ini giliran kalian berlibur di pertanian, ya?” serunya.
Resolusi:
Ibu Rino tersenyum cerah.
“Tidak apa, Bu! Sekarang, kita buat rancangan baru saja. Bagaimana kecuali tahun ini kita buat perubahan. Ibu sudi kecuali kita berlibur ke pantai?” tanya ibu Rino penuh harap.
Wah, tak disangka, muka Nek Ida beralih terlalu ceria.
“Tentu saja Nenek mau! Nenek sudi bermain air laut!” kata Nek Ida penuh semangat.
“Yeeeeeey… Nanti aku temani Nenek main air!” teriak Rino tak kalah girang.
Rino, Ayah dan Ibu tertawa geli melihat Nenek dan cucunya yang bersemangat. Kini, bapak Rino sibuk melihat peta jalannya.
“Hmmm! Sekarang ini, kita cuma berjarak sembilan mil berasal dari pantai. Jadi, ayo kita ke sana sekarang!” ajak bapak Rino.
Di mobil, Nek Ida tertawa dan berkata,
“Liburan kita barangkali udah menjadi bikin jadi bosan dan tercampur aduk. Makanya Nenek sampai lupa kudu senantiasa di pertanian atau mendatangi kalian! Syukurlah, Nenek menyebabkan sedikit kesalahan!”
“Semua orang dulu berbuat kesalahan, Nek. Tapi, kekeliruan Nenek ini sungguh menyenangkan!” kata Rino.
Mereka semua tertawa lagi. Dan saat udara pantai yang asin menjadi tercium, hati mereka makin lama gembira.